Outlet Lembah Hijau terletak di pinggir jalan menjelang masuk
kota Sumbawa Besar atau tepatnya di Desa Karang Dima. Di sana tersedia
madu Sumbawa yang dijual Kelompok Tani Hutan Lembah Hijau. Tersedia madu
dalam kemasan botol bercap Madu Lemah Thuwa Sumbawa. Harganya, sebotol
ukuran kurang dari seliter Rp 125 ribu dan ukuran lainnya seharga Rp 80
ribu.
Madu Lembah Hijau berasal dari pohon Boan, Ketimusan,
Kesambi, dan Kemiri yang tidak jauh dari kawasan hutan produksi Kanar
seluas 5.000 hektare. Sekali musim di sana, satu kelompok bisa
menghasilkan kurang-lebih 1.000 botol pada musim madu seperti September,
Oktober, dan November. Madu Apisdorsata tersebut dihasilkan dari lebah
besar. (Baca juga: BNI Bantu Pusat Riset Madu Sumbawa)
Sewaktu singgah di sana, Ahad siang, 28 September 2014, Tempo
disuguhi segelas kecil air minuman Blimbing Wuluh dicampur madu
Apisdorsata atau disebut madu liar. Terasa enak dan segar terasa di
siang hari yang terik.
Selama 2013, produksi madu asli Sumbawa
yang dikirim ke Jakarta sebanyak 12 ton. Kesemuanya berasal dari hutan
di 24 kecamatan se-Kabupaten Sumbawa. “Setiap hutan di Sumbawa
menghasilkan madu,” kata Bupati Sumbawa Jamaluddin Malik menjelaskan
potensi produk madu menyambut Festival Moyo 2014 di Sumbawa Besar, Sabtu
siang, 27 September 2014.
Direktur Promosi Pariwisata Dalam
Negeri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tazbir mengatakan
Sumbawa sudah lama dikenal produksi madunya. “Ini sudah sangat
diketahui. Nama besar Sumbawa sudah lama menasional,” ujarnya sewaktu
hadir pada acara seminar Menguak Potensi Wisata Sumbawa Menuju Destinasi
Utama Indonesia, Sabtu, 27 September 2014.
Guna melestarikan
hasil madu Sumbawa yang sudah mendunia, Pemerintah Kabupaten Sumbawa
sejak empat tahun terakhir ini membenahi tata cara pengambilan madu
hutan menggunakan tata kelola panen lestari. Tidak boleh ada lagi
pencari madu yang mengambil habis sarang madu di pohonnya. Mereka harus
menyisakan 30 persen untuk kepentingan kembalinya lebah sehingga sebulan
kemudian berisi lagi madu yang baru dan menghasilkan tiga kali dalam
setahun.
Penyuluh Kehutanan Pelaksana Lanjutan, Darmansyah,
mengajarkan kepada pencari madu untuk mendapatkan hasil hutan bukan
kayu. “Kami punya tugas menjaga agar melakukan panen lestari,” ucapnya.
Seorang Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat mengatakan selama 20
tahun mencari madu, dia selalu memanen habis setiap sarang lebah.
“Termasuk larvanya dibawa pulang untuk dijual,” katanya.
Sekarang untuk menjaga kelestariannya, hanya diambil air madunya saja.
Madu Sumbawa memiliki kadar air 18-20 persen yang harganya masih dinilai
murah karena sebotolnya hanya Rp 200 ribu bila dibandingkan madu Arab
yang kadar airnya 15 persen tetapi harganya bisa cukup mahal hingga Rp 3
juta per botol.
Kini, petani madu di sana juga mengembangkan pola budi daya yang menghasilkan madu Abicerana sp atau lebah Trigona yang harganya Rp 50 ribu sebotol minuman berenergi.
http://www.tempo.co/read/news/2014/09/29/198610401/Melestarikan-Madu-Sumbawa
Selasa, 16 Desember 2014
Madu Sumbawa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar